HINGGA STASIUN KERETA


Halaman Facebook baru saja aku buka, namun ingatanku segera melayang kepada sebuah tempat yang pernah kulalui dalam kisah hidupku.

Di sebuah stasiun kereta di Kota Palembang. Saat itu hari sudah mulai gelap, aku dan dia sedang menunggu keberangkatan kereta yang akan kami tumpangi.

“Maaf ya. Sebentar.” Katanya sambil berlari bersama Hp-nya menuju balik tembok dekat pagar.

“Mungkin keluarganya dari kampung yang menelpon.” Demikian pikirku tenang. Sambil berjalan pelan mendekati tembok, aku tetap berpikir ‘nyaman’.

“Ya sayang…” sebuah penggalan kata-kata yang aku dengar dari balik tembok. Penggalan kata ini menjadi titik tolak yang mengubah jalan hidupku. Mengubahnya dari apa yang selalu aku usahakan dan aku bayangkan tentang masa depanku.

“Siapa itu?” kataku sambil merebut Hp-nya.

“Maaf ya mas! Saya pinjam dulu pacarnya!” Kataku kepada orang di seberang telepon. Itu kata-kata bernada keras yang keluar dari sebuah analisa kilat setelah melihat wajahnya yang panik ketakutan.

Tadi malam aku datang ke Palembang ini dengan mimpi yang sangat indah. Walaupun perjalanan dari Lampung ke Palembang aku jalani dengan tiduran di atas karung-karung, karena bis antar kota yang aku tumpangi penuh sesak, tapi aku benar-benar dapat menikmati mimpi indah.

Masih subuh ketika aku sampai di Kota Palembang, aku langsung menuju kamar mandi rumah makan yang menjadi perwakilan transit bis yang aku tumpangi. Baru kali ini aku datangi Kota Palembang. Jangankan Palembang, bahkan menginjakkan kaki di Pulau Sumatera pun barusan aku lakukan.

Aku kuliah di Yogyakarta sebagai perantauan dari Sulawesi Selatan. Tapi, aku mengenal dia waktu aku masih kelas dua SMA. Kami berjumpa di Jakarta ketika kami sama-sama mewakili propinsi kami dalam sebuah acara perlombaan. Selama di Jakarta, aku berbicara dengannya tidak lebih dari satu menit. Hanya sempat meminta alamatnya saja. Waktu itu dia memberikan alamat sekolahnya.

Hubungan kami berlanjut lewat surat dengan bertukar kata dan bertukar foto. Setelah aku dan dia kuliah, kami melanjutkan hubungan lebih dekat lewat Hp.

Lima tahun berlalu sejak kami pertama berjumpa di Jakarta. Aku menetapkan rencana untuk menjumpainya ke kotanya Palembang. Bersama mimpi yang selama ini menghiasi malam-malamku, bersama harapan yang menjadi semangat hidupku.

Kekuatan terbesar manusia adalah harapan. Aku percaya itu. Karena ketika aku harus beristirahat dua tahun setelah tamat SMA, aku tetap kuat untuk bersabar dan tetap belajar untuk mempersiapkan diri masuk perguruan tinggi negeri. Aku memiliki harapan pada seorang gadis yang ada diseberang lautan. Aku menyimpan mimpi untuk hidup lebih baik berbahagia dan membahagiakan dia.

Ketika teman-teman remaja di kampung mengajakku keluar malam untuk menikmati masa muda dan mencari pasangan hidup, atau sekedar mencari pasangan sesaat, aku memilih tetap di rumah. Aku tetap belajar mengingat pelajaran SMA, berharap ketika datang waktunya aku siap untuk ujian masuk perguruan tinggi negeri. Hanya harapan bersama dia yang membuat aku mampu menghadapi waktu selama dua tahun di usia yang sangat rentan.

Pada dua tahun itu aku melewati banyak hal baru dan hal-hal sulit. Mungkin itulah dua tahun terlama dalam hidupku.

Sampai hari ini, di usiaku yang sudah lebih 30an tahun, aku masih sering bertanya tentang cinta sejati. Semoga aku bisa mencintai istri dan anakku melebihi cintaku padanya.

About komangakg

Komang AKG adalah seorang guru TIK yang gemar menulis cerpen, essay dan bermain catur.
This entry was posted in Cerpen. Bookmark the permalink.

2 Responses to HINGGA STASIUN KERETA

  1. Mantep.
    Mampir balik!!

Leave a comment